5.08.2010

Menantikan UU Batas Wilayah

Permasalahan batas wilayah harus menjadi perhatian utama pemerintah, yang dalam hal ini adalah pekerjaan Departemen Luar Negeri (Deplu) sebagai leading sector dalam border diplomacy sesuai dengan UU No 37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri dan UU No 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. Selain itu, Deplu juga harus dibantu oleh lembaga-lembaga terkait, seperti Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Tanah (Bakosurtanal) dan Dinas Hidrografi-Oceanografi TNI AL (Dishidros). Sebenarnya mengenai batas wilayah ini telah diatur oleh UNCLOS sejak tahun 1982.
Adapun batas-batas maritim yang tertuang dalam UNCLOS 1982 meliputi batas-batas Laut Teritorial (Territorial Sea), batas-batas Perairan Zona Ekonomi Eksklusif/ZEE (Economic Exclusive Zone), dan batas-batas Landas Kontinen (Continental Shelf). Dengan demikian, adanya kejelasan batas wilayah dapat dijadikan alat legitimasi dalam menjalin hubungan berbangsa dan bernegara. Selain itu, kejelasan batas wilayah tersebut juga dapat menciptakan kesejahteraan warga negara melalui terjaminnya pemanfaatan potensi sumber daya seperti kegiatan perikanan, eksplorasi dan eksploitasi lepas pantai (off-shore), wisata bahari, transportasi laut dan berbagai kegiatan kelautan lainnya. Namun demikian, secara umum dalam penetapan garis batas yang diatur UNCLOS 1982, suatu negara harus terlebih dahulu menentukan daftar titik-titik koordinat geografis yang menjelaskan datum geodetik. Selanjutnya, hasil kajian scientific negara pantai (coastal state) mengenai titik-titik koordinat geografis atau peta batas wilayah negara harus diumumkan dan didepositkan satu kopi atau turunan setiap peta atau daftar tersebut kepada Sekretaris Jenderal PBB.
Dari ketentuan UNCLOS 1982 di atas, sangat jelas bahwa masing-masing negara harus mempunyai daftar koordinat geografis atau peta wilayah. Termasuk Indonesia sebagai negara maritim dan kepulauan terbesar di dunia, yang mempunyai perbatasan di wilayah laut dengan sepuluh negara tetangga, Australia, Timor Leste, Papua Nugini, Palau, Filipina, Malaysia, Thailand, Singapura, Vietnam dan India. Menurut Direktur Perjanjian Politik, Keamanan dan Kewilayahan, Deplu, Arif Havas Oegroseno (2004), dari perbatasan dengan 10 negara tetangga, Indonesia telah menetapkan 4 prioritas utama penetapan batas maritimnya, yakni dengan Singapura, Malaysia, Filipina, dan Palau. Prioritas kedua dengan Timor Leste, dan prioritas ketiga dengan India, Thailand, dan Vientam. Sementara penentuan batas maritim dengan Papua Nugini dan Australia telah dilakukan, namun perjanjian dengan Australia pada tahun 1997 belum diratifikasi.
Beberapa dasar hukum nasional yang dapat dijadikan sebagai rujukan dalam melakukan perundingan batas wilayah, di antara: UU No 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen yang seharusnya segera diganti seiring dengan ratifikasi UNCLOS 1982, UU No 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia beserta tiga Peraturan Pemerintah (PP) turunannya, antara lain PP No 36 Tahun 2002 tentang Hak dan Kewajiban Kapal Asing dalam Melaksanakan Lintas Damai melalui Perairan Indonesia, PP No. 37 Tahun 2002 tentang Hak dan Kewajiban Kapal dan Pesawat Udara Asing dalam Melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) melalui ALKI yang ditetapkan, dan PP No 38 Tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia UU No 5 Tahun 1983 tentang ZEE, UU No 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan UNCLOS 1982. Di samping itu juga terdapat sejumlah undang-undang dan keputusan presiden yang mengatur mengenai batas negara Indonesia secara spesifik serta Pasal 25 E UUD 1945 yang memberikan arahan mengenai bentuk instrumen hukum masalah penetapan perbatasan.
Sementara itu, yang patut kita pertanyakan pada pemerintah, apakah peraturan perundang-undangan nasional mengenai perbatasan wilayah laut, khususnya PP No 38 Tahun 2002 telah didepositkan ke Sekretaris Jenderal PBB. Kalau sudah, kita bisa bernapas lega karena mungkin tidak akan ada perubahan. Namun kalau belum, ini akan menjadi masalah berat bagi Pemerintah Indonesia karena harus bisa memberikan argumen yang kuat dengan kenyataan yang ada bahwa laut kita telah semakin menjorok ke wilayah darat. Dengan kata lain, bahwa beberapa wilayah daratan Indonesia telah menjadi wilayah lautan.

Sumber:
http//:perbatasan negara/Menantikan UU Batas Wilayah « Ikanbijak’s Weblog.htm
Koran suara karya tahun 2005

Pejuang Konvensi Hukum Laut Internasional

Dahulu kala, setiap laut yang berada diapit oleh pulau-pulau Negara Indonesia ini menurut internasioanl merupakan lautan tak bertuan. Namun kita harus bangga kepada dua orang WNI yang memperjuangkan hak milik kita ini, yaitu bapak hasjim Djalal dan Mochtar Kusumaatmaja. Beliau merupakan menteri luar negeri Indonesia pada tahun 1978-1988. Dan beliau-beliau pun tercatat sebagai arsitek United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) yang di sahkan oleh PBB pada 10 desember 1982.
Menurut hasjim djalal, “konvensi hukum internasional adalah mengembangkan teori bahwa satu Negara yang terdiri atas kepulauan dianggap satu dan menyatukan perairan di dalamnya sebagai wilayah nasionalnya”. Kemudian UNCLOS menggariskan sebuah Negara kepulauan seperti Indonesia , Filipina, jepang, dll. Menarik batas laut sejauh 200 mil dari pinggir pantai pulau terluar. Sedangkan Negara pantai biasa hanya boleh menarik batas laut sejauh 12 mil dari pinggir pantai.
Sebelum UNCLOS diberlakukan, perdana menteri djuanda pernah mendeklarasikan laut antar pulau adalah wilayah Indonesia, dan pendekalarasian ini dicekal oleh amerika serikat, jepang, dan Australia. Mereka mengatakan bahwa pendekalarasian tersebut sama saja dengan merampok laut. Namun hasjim djalal tetap bersikukuh bahwa hal ini dilakukan karena merupakan hal yang sangat vital bagi kesatuan dan masa depan bangsa Indonesia. Pada akhirnya pada tahun 1975 negara jepang mengakui dekalrasi tersebut yang disusul oleh amerika serikat dan Australia.
Untuk itu marilah kita berterima kasih pada beliau-beliau yang telah mempertahankan wilayah Indonesia ini tanpa putus asa.

Sumber:
Buku Pejuang Konvensi Hukum Laut Internasional karya hasjim Djalal

Rela daerah kita dicaplok Negara tetangga lagi???

Semua orang pasti sudah tau kan bahwa Negara kita yang tercinta ini adalah Negara kepulauan??? Tau berapa jumlah pulau yang tersebar dari sabang sampai merauke??? 17.508 pulau dengan 5.707 sudah bernama dan 11.801 belum bernama. Subhanallah..
Masih ingat dong di ingatan kita masalah pulau sipadan dan legitan yang dicaplok oleh Negara tetangga kita yang serumpun??? Sekarang sodara kita ini sedang mengincar daerah-daerah bagian perbatasan kita agar menjadi milik mereka,. Nama daerah yang sedanng dalam incaran diantaranya adalah camar bulan di daerah sambas, titik D 400 di Kabupaten Bengkayang, Gunung Raya di Bengkayang, Sungai Buan Bengkayang dan Batu Aum Kabupaten Bengkayang. Padahal masalah ini sudah dirundingkan sejak 1980an tapi Malaysia seoleh tutup mata pada masalah ini. Biasa lah suka carmuk (cari muka) setelah itu dicaplok tuh daerah bagian kita.
Malaysia memang licik, untuk memperluas wilayah, di daerah bengkayang ditanami kebun kelapa sawit seluas 200 hektar. Untung para tentara yang berada di daerah perbatasan mengambil langkah tegas sehingga lahan kelapa sawit tersebut dibabat habis sama tentara kita.
Itu baru yang berbatasan dengan Malaysia, belum lagi dengan Negara lain seperti Singapore dan Filipina. Emang mau kita terus-terusan kecurian??? Pemerintah seolah membiarkan semua ini terjadi tanpa ada usaha untuk mempertahankan wilayahnya sendiri. Emang di Negara kita itu tak dapat dipungkiri lagi, demi uang Negara pun bisa dijual.

Sumber:
http://balitbang.com
http://ANTARAnews.com

Hitam-Putihnya Perjanjian Perbatasan Negara

Wah Negara kita semakin banyak kecurian wilayahnya nih. Negara singapura sedang memperluas wilayahnya dengan cara membuat peluasan daratan di Negara mereka dan yang lebih parahnya lagi pasir untuk memperluas Negara mereka itu di import dari Indonesia sendiri. Yah,, itulah Indonesia. Demi uang semua bisa dijual belikan. Ga peduli itu baik atau buruk.
Sebenarnya untuk mengetahui batas wilayah suatu Negara telah dibuat perjanjian-perjanjian yang telah berlaku secara internasional. Contohnya adalah ZEE atau zona ekonomi ekslusif. ZEE ini mengatur wilayah perbatasan Negara dilihat dari garis pantai sejauh 200 mil, jauh juga ya???
Selain perjanjian-perjanjian tersebut ada juga perjajanjian lain seperti:
1. Perjanjian RI dan Malaysia
- Penetapan garis batas landas kontinen kedua negara di Selat Malaka dan laut Cina Selatan
- Ditandatangai tanggal 27 oktober 1969
- Berlaku mulai 7 November 1969
2. Perjanjian Republik Indonesia dengan Thailand
- Penetapan garis batas landas kontinen kedua negara di Selat Malaka dan laut andaman
- Ditandatangai tanggal 17 Desember 1971
- Berlaku mulai 7 April 1972
3. Perjanjian Republik Indonesia dengan Malaysia dan Thailand
- Penetapan garis batas landas kontinen bagian utara
- Ditandatangai tanggal 21 Desember 1971
- Berlaku mulai 16 Juli 1973
4. Perjanjian RI dengan Australia
- Penetapan atas batas dasar laut di Laut Arafuru, di depan pantai selatan Pulau Papua / Irian serta di depan Pantau Utara Irian / Papua
- Ditandatangai tanggal 18 Mei 1971
- Berlaku mulai 19 November 1973
5. Perjanjian RI dengan Australia (Tambahan Perjanjian Sebelumnya)
- Penetapan atas batas-batas dasar laut di daerah wilayah Laut Timor dan Laut Arafuru
- Ditandatangai tanggal 18 Mei 1971
- Berlaku mulai 9 Oktober 1972
6. Perjanjian RI dengan India
- Penetapan garis batas landas kontinen kedua negara di wilayah Sumatera / Sumatra dengan Kepulauan Nikobar / Nicobar
- Ditandatangai tanggal 8 Agustus 1974
- Berlaku mulai 8 Agustus 1974
Selain yang di atas ada juga perjanjian lainnya, yaitu:

Perjanjian-perjanjian ini dibuat agar tidak terjadi perbeutan wilayah Negara oleh Negara tetangga. Tapi kenyataannya wilayah Negara orang lain juga tetap aja dicaplok juga. Saya tidak tau apakah perjanjiannya yang harus diperbaharui atau Negara tetangga yang usil. Perundingan untuk pemecahan masalah mengenai batas Negara ini sudah tidak menjadi acuan karena hasilnya sudah dapat diketahui pasti nol besar.

Sumber:
http//: Bappenas.go.id

Batik trusmi Cirebon

Indonesia merupakan Negara asala batik berasal, banyak daerah yang mempunyai batik dengan corak yang berbeda-beda, contohnya adalah Jogjakarta, pekalongan,Cirebon dan lain-lain. Yang akan kita coba bahas disini adalah mengenai batik Cirebon.
Cierebon merupakan salah satu sentra batik nasional. Daerah pengrajin batik di Cirebon dikenal dengan nama trusmi dan nama batik yang terkenal juga bernama batik trusmi. Sebenanya motif batik di Cirebon terdapat dua macam, yaitu motif pesisiran dan motif keraton karena di Cirebon terdapat dua keraton, yaitu keraton kasepuhan dan keraton kanoman.
Seperti batik lainnya, batik di Cirebon juga mempunyai cirri khas tersendiri yang membuat batik dari Cirebon berbeda dengan batik daerah lain. Adapun cirri khas tersebut adalah sebagai berikut:
a. Desain batik Cirebonan yang bernuansa klasik tradisional pada umumnya selalu mengikut sertakan motif wadasan (batu cadas) pada bagian-bagian motif tertentu. Disamping itu terdapat pula unsur ragam hias berbentuk awan (mega) pada bagian-bagian yang disesuaikan dengan motif utamanya.
b. Batik Cirebonan klasik tradisional selalu bercirikan memiliki warna pada bagian latar (dasar kain) lebih muda dibandingkan dengan warna garis pada motif utamanya.
c. Bagian latar atau dasar kain biasanya nampak bersih dari noda hitam atau warna-warna yang tidak dikehendaki pada proses pembuatan. Noda dan warna hitam bisa diakibatkan oleh penggunaan lilin batik yang pecah, sehingga pada proses pewarnaan zat warna yang tidak dikehendaki meresap pada kain.
d. Garis-garis motif pada batik Cirebonan menggunakan garis tunggal dan tipis (kecil) kurang lebih 0,5 mm dengan warna garis yang lebih tua dibandingkan dengan warna latarnya. Hal ini dikarenakan secara proses batik Cirebon unggul dalam penutupan (blocking area) dengan menggunakan canting khusus untuk melakukan proses penutupan, yaitu dengan menggunakan canting tembok dan bleber (terbuat dari batang bambu yang pada bagian ujungnya diberi potongan benang-benang katun yang tebal serta dimasukkan pada salah satu ujung batang bambu).
e. Warna-warna dominan batik Cirebonan klasik tradisional biasanya memiliki warna kuning (sogan gosok), hitam dan warna dasar krem, atau berwarna merah tua, biru tua, hitam dengan dasar warna kain krem atau putih gading.
f. Batik Cirebonan cenderung memilih sebagian latar kainnya dibiarkan kosong tanpa diisi dengan ragam hias berbentuk tanahan atau rentesan (ragam hias berbentuk tanaman ganggeng). Bentuk ragam hias tanahan atau rentesan ini biasanya digunakan oleh batik-batik dari Pekalongan.

Sumber:
http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=9281
http://netsains.com/2008/07/keunggulan-batik-trusmi-cirebon/